BUKITTINGGI, Caakrwla.co - Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAK) kembali melaporkan dugaan kerugian negara/daerah dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Bukittinggi 2020 dan 2021 ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bukittinggi terkait dengan pengelolaan pertokoan Pasar Atas Bukittinggi yang terindikasi merugikan keuangan negara/pemerintah, pada 3 Januari 2022. Sejak diserahterimakan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Kota Bukittinggi dengan dua kali penyerahan, yang pertama serah terima pengelolaan pada 18 Juni 2020, kemudian serah terima aset pada Juni 2021 lalu, Pemerintah Kota (Pemko) Bukittinggi belum menerima Pendapatan Asli Daerah (PAD) sedikitpun, atau bisa dikatakan nol pemasukan untuk Pemko Bukittinggi. Ironisnya biaya pemeliharaan justru terus dikeluarkan oleh Pemko Bukittinggi. Wakil Ketua ARAK, Young Happy menyebutkan, bentuk kerugian negara/pemerintah Kota Bukittinggi antara lain, sewa kios pedagang yang tidak diambil, karena tidak adanya aturan yang jelas, kemudian dana pemeliharaan yang dialokasikan dari APBD Bukittinggi, sedangkan Pemko Bukittinggi belum mempunyai pemasukan dari pasar tersebut. Sementara itu, pengalokasian biaya pemeliharaan yang meliputi untuk pengamanan dan cleaning service yang bersumber dari APBD Kota Bukittinggi telah dikucurkan pada tahun 2020 sebesar lebih kurang Rp5 Miliar, tahun 2021 Rp5 Miliar, dan dianggarkan kembali pada tahun 2022 lebih kurang sebesar Rp6 Miliar, tuturnya. "Sangat jelas ada beberapa aturan hukum yang dilanggar oleh Pemko Bukittinggi, diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014, pasal 147 penyewa wajib melakukan pemeliharaan atas barang milik daerah yang disewa. Kemudian, seluruh biaya pemeliharaan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari penyewa. Tak hanya itu, aturan Permendagri no 19 tahun 2016, Perda Bukittinggi nomor 2 Tahun 2019, juga dikangkangi," ulas Young Happy. Selain itu, ARAK juga mempertanyakan atas dasar apa PT. BNI juga dapat berkantor di kawasan tersebut, apakah pihak BNI sebagai penyewa, pengontrak ataukah membeli tempat itu. Padahal, masih banyak korban kebakaran yang tidak mendapatkan toko mereka kembali di kawasan Pasar Atas. Seperti kita ketahui, peruntukan Pasar Atas sendiri adalah untuk para pedagang yang menjadi korban peristiwa kebakaran Pasar Atas yang terjadi pda 30 September 2017 lalu, ujarnya. Young Happy juga mengatakan, diduga ada indikasi korupsi dan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam pengalokasian dan pemakaian dana APBD TA 2020 dan TA 2021 untuk operasional Pusat Pertokoan Pasar Atas yang status hukumnya tidak jelas. "Kronologis dan proses adanya indikasi kerugian negara/daerah terkait Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi ini telah kami beberkan dalam laporan," tambahnya. Karena dugaan ini, kami mengharapkan pihak Kejaksaan mengusut potensi terjadinya kerugian negara tersebut sesuai aturan berlaku, tukuk Young Happy. Sementara itu, menindaklanjuti laporan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAK) Bukittinggi, nomor surat 1/ARAK/BKT//2022, pada tanggal 3 Januari 2022, tentang adanya dugaan kerugian negara dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2020 dan TA 2021, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat telah menurunkan Surat Perintah Tugas untuk mengumpulkan bahan keterangan dan mengumpulkan data terkait hal tersebut. Hal ini disampaikan oleh Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Bukittinggi, Prengki Sumardi di ruang kerjanya, dihadapan sejumlah wartawan, Rabu, 12 Januari 2022. "Memang betul laporan tersebut sudah kami terima, namun surat laporan tersebut ditujukan kepada Kejari Bukittinggi dan Kejati Sumbar. Saat ini, Surat Perintah Tugas dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat baru sebatas mengumpulkan bahan keterangan dan mengumpulkan data," ujar Prengki Sumardi saat didampingi Kasi Pidsus Kejari Bukittinggi, Mulyadi. Karena hal tersebut sudah diproses oleh pihak Kejaksaan Tinggi Sumbar dan kita sifatnya menunggu perintah saja, pungkasnya. (Jtr)