CAKRAWALA.CO - Persepsi publik atas kondisi ekonomi memiliki pengaruh pada pilihan politik warga. Dalam pemilihan presiden, persepsi positif atas keadaan ekonomi memiliki pengaruh positif pada elektabilitas Ganjar Pranowo, negatif pada Anies Baswedan, dan netral pada Prabowo Subianto.
Demikian kesimpulan studi yang dilakukan Prof. Saiful Mujani dan dipresentasikan pada program ‘Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ episode “Persepsi Ekonomi dan Pilihan Capres 2024” yang disiarkan di kanal YouTube SMRC TV pada Kamis, 4 Mei 2023.
Saiful menjelaskan bahwa secara sederhana pendekatan ekonomi politik atau economic voting adalah bahwa ekonomi mempengaruhi perilaku memilih baik dalam pemilihan presiden maupun dalam pemilihan legislatif. Ekonomi dianggap sangat penting dalam pemilihan umum. Ekonomi dalam pengertian ini bisa kondisi ekonomi secara umum, misalnya pertumbuhan ekonomi dari waktu ke waktu, jumlah orang miskin, pengangguran, inflasi, dan lain-lain.
Baca Juga: SMRC: Elektoral PDIP Naik di Pemilih Kritis Pasca Pengumuman Capres Ganjar
Memilih, lanjut Saiful, adalah perilaku individual. Karena itu spesifik dengan perilaku memilih, maka ekonomi yang dibahas adalah yang terkait dengan individu yang bersangkutan. Karena itu, dalam pendekatan ini, ekonomi yang dimaksud adalah sebagaimana yang dialami dan dirasakan oleh sang individu atau pemilih.
Dalam teori ini disebutkan bahwa apabila persepsi atas ekonomi bagus, maka kecenderungan orang akan memilih partai atau calon presiden yang kurang lebih menggambarkan yang ingin dipertahankan dari situasi ekonomi sekarang agar nanti yang terpilih dalam pemilihan presiden kurang lebih sama dengan yang sekarang.
Karena itu, economic voting berhubungan dengan pilihan pada incumbent atau bukan incumbent. Kalau penilaian ekonomi itu positif, maka mereka akan kembali memilih incumbent. Sebaliknya, jika penilaian mereka atas kondisi ekonomi buruk, maka mereka akan memilih lawan incumbent. Dalam situasi di mana incumbent tidak ada, seperti yang akan dialami pada Pemilu 2024, maka pengaruhnya bisa dilihat pada tokoh yang mendekati atau menggambarkan kepemimpinan atau kebijakan yang mirip dengan sekarang.
Dalam studi ini, ada beberapa pengukuran yang digunakan. Pertama tentang evaluasi atas keadaan ekonomi nasional pada umumnya sekarang. Dalam pengukuran ini, ada 33,6 persen publik yang menyatakan kondisi ekonomi baik atau sangat baik, yang menilai buruk atau sangat buruk sebanyak 25,4 persen, yang menganggap sedang saja 38,8 persen. Ada 2,2 persen yang tidak menjawab.
Secara umum, jelas Saiful, masyarakat lebih positif memandang kondisi ekonomi karena lebih banyak yang menyatakan baik atau sangat baik dibanding yang menyatakan buruk atau sangat buruk.
Jika dilihat secara agregat, lanjut Saiful, pemerintah atau yang dipercaya akan melanjutkan kebijakan pemerintah akan mendapatkan insentif elektoral lebih besar dari pemilih.
“Karena Jokowi tidak maju lagi, maka tokoh yang kurang lebih sama atau mendekati Jokowi dalam kepemimpinan Indonesia ke depan, maka dialah yang kemungkinan akan dipilih oleh warga yang memiliki penilaian positif dalam hal kondisi ekonomi ini,” kata pendiri SMRC tersebut.
Saiful juga menunjukkan tren persepsi publik atas kondisi ekonomi nasional. Pada Oktober 2020, ada 45,3 persen publik yang menilai kondisi ekonomi nasional buruk atau sangat buruk, sementara yang menilai baik atau sangat baik saat itu hanya 19,6 persen. Kondisi ini perlahan-lahan berubah searah dengan perbaikan kondisi ekonomi Indonesia. Pada Maret 2023, yang mempersepsi baik atau sangat baik naik menjadi 33,6 persen, sementara yang menganggap buruk atau sangat buruk turun menjadi 25,4 persen.
“Penilaian masyarakat secara individual ini mencerminkan gambaran sebenarnya dari kondisi ekonomi nasional yang memang membaik setidak-tidaknya dalam setahun terakhir ini,” jelasnya.
Dalam penilaian tentang ekonomi rumah tangga sekarang dibanding tahun lalu, sebanyak 45,7 persen yang menilai baik atau sangat baik, sementara yang menilai buruk atau sangat buruk hanya 19 persen, 33,5 persen menyatakan tidak ada perubahan, dan 1,7 persen tidak jawab.
Penilaian atas kondisi ekonomi nasional sekarang dibanding tahun lalu juga tidak berbeda dengan indikator sebelumnya. Yang menilai baik atau sangat baik sebanyak 44,2 persen. Sementara yang menganggap buruk atau sangat buruk hanya 20,7 persen, tidak ada perubahan 29,9 persen, dan tidak jawab 5,2 persen.
Artikel Terkait
Survei SMRC: Mayoritas Masyarakat Indonesia Memiliki Sikap Negatif Pada Israel
Survei SMRC Pada Pemilih Kritis, PDIP Unggul Dibanding Parpol Lain
Ganjar Kembali Unggul Dalam Survei Terbaru SMRC