Analisis Kepemimpinan Susi Pudjiastuti Terhadap Permasalahan Gender Kepemimpinan Sektor Publik

- Kamis, 22 Desember 2022 | 21:01 WIB
Ilustrasi Susi Pudjiastuti  (Ist)
Ilustrasi Susi Pudjiastuti (Ist)

Oleh Nur Indah Purnama Sari

Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Universitas Indonesia 

Permasalahan yang tidak kunjung berhenti mengenai kepemimpinan seorang perempuan dalam sektor publik selalu diragukan. Kaum perempuan, khususnya di Indonesia seringkali mendapatkan perlakuan yang berbeda dari kaum laki-laki dalam lingkungan pekerjaan, khususnya pada sektor publik.

diskriminasi merupakan masalah yang kerap dirasakan oleh kaum perempuan Indonesia baik pada pekerjaan informal maupun formal. Hal ini digambarkan pada nilai upah yang diperoleh oleh kaum perempuan lebih rendah daripada upah yang diperoleh oleh kaum laki-laki.

Hal ini dijelaskan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015 hingga 2019 yang memiliki selisih cukup besar yaitu pada tahun 2015 dengan selisih Rp 269 ribu rupiah, kemudian pada tahun 2016 dengan nilai selisih Rp 458,4 ribu rupiah, tahun 2017 dengan nilai selisih Rp 554 ribu rupiah, pada tahun 2018 dengan nilai selisih Rp 560,6 ribu rupiah, dan pada tahun 2019 dengan nilai selisih Rp 618,8 ribu rupiah. Hal ini terlihat adanya kesenjangan yang jelas antara perempuan dengan laki-laki.

BPS menilai pelebaran kesenjangan tersebut dikarenakan penempatan jabatan perempuan yang cenderung diposisikan lebih rendah daripada kaum laki-laki. Kesenjangan hak antara perempuan dan laki-laki juga tercermin pada indeks kesetaraan gender yang dipublikasikan oleh Badan Program Pembangunan PBB (UNDP), dimana Indonesia menempati peringkat 103 dari jumlah total negara 162.

diskriminasi pada kaum perempuan terjadi tidak hanya karena penempatan jabatan perempuan saja, melainkan sudah menjadi asumsi masyarakat yang mendarah daging dalam lingkungan sosial Indonesia.

Asumsi negatif inilah yang menciptakan sekat dan tembok untuk kaum perempuan dalam lingkungan pekerjaannya. Perempuan selalu diragukan atas kinerjanya dan cenderung diposisikan dalam pekerjaan yang menyangkut pengasuhan, pembimbingan, dan pelayanan saja (Krinalita, 2018).

Perempuan selalu berada dalam tekanan pada sektor publik baik di lingkungan pekerjaan, politik, maupun pendidikan. Pada lingkungan pekerjaan, perempuan selalu dihantui dengan stereotip yang menganggap kaum perempuan adalah makhluk lemah, tidak layak untuk menjadi seorang pemimpin, dan disebut hanya memiliki kemampuan dalam mengurus rumah tangga saja.

Pada lingkungan politik, perempuan seringkali dianggap tidak memiliki kemampuan decision making yang baik sehingga tidak pantas untuk berada dalam kepemimpinan dunia politik dan seringkali mendapat label ambisius dan agresif.

Kemudian, dalam lingkungan pendidikan perempuan selalu diresahkan dengan pernyataan yang mengatakan bahwa pendidikan yang tinggi dari seorang perempuan, akan membuat dirinya kesulitan mendapatkan pasangan hidup.

Tidak hanya lingkungan yang luas, tetapi dalam lingkungan terdekat secara budaya tradisional Indonesia cenderung membentuk suatu unit keluarga sebagai kelembagaan utama dalam memerankan laki-laki sebagai superioritas dengan membentuk pembagian hak, tanggung jawab, nilai, hingga waktu yang berbeda pada masing-masing anggota keluarga. Sehingga, munculnya kesenjangan dan diskriminatif gender dikatakan sudah menjadi masalah domestik yang melekat pada budaya.

Jika melihat kembali kepemimpinan seorang menteri perempuan yang dikenal dengan ketegasan dan sifat maskulinnya yaitu Ibu Susi Pudjiastuti selaku Menteri Kelautan dan Perikanan pada periode 2014-2019, melewati pro dan kontra masyarakat. Dalam hal ini tidak sedikit masyarakat yang meragukan kepemimpinan seorang Ibu Susi yang memiliki posisi jabatan tinggi dalam sektor publik (Mewengkang, Mandey, & Ruru, 2016).

Ibu Susi dalam kepemimpinannya memperoleh penghargaan dari World Wide Fund for Nature (WWF) dengan predikat Leaders for a Living Planet Awards. Ibu susi membuktikan bahwa perempuan memiliki kemampuan dan kesempatan yang sama untuk menjadi seorang pemimpin dalam sektor publik. Selain itu, Ibu Susi mendapatkan penghargaan dari majalah foreign policy dengan kategori 100 pemikir terbaik dunia.

Halaman:

Editor: Syaefurrahman Albanjary

Tags

Terkini

Tahun 2024 SBT Butuh Nahkoda Yang Piawai

Minggu, 19 Maret 2023 | 17:55 WIB

Revolusi Mental Jokowi Hancur Gegara Orang Ini

Selasa, 28 Februari 2023 | 18:59 WIB

Sidokepung 'Dikepung" Pemberitaan PTSL

Selasa, 28 Februari 2023 | 08:47 WIB

Cost Politik, Tidak Semua Money Politik

Selasa, 24 Januari 2023 | 11:59 WIB

Menebak Akhir Kasus Pokir dan BOP DPRD Garut

Kamis, 19 Januari 2023 | 10:57 WIB

Perlunya Hidupkan Pansus RTRW Sidoarjo

Selasa, 10 Januari 2023 | 08:03 WIB

Bangkitnya Ambisi Internasionalisme Indonesia

Senin, 26 Desember 2022 | 17:48 WIB
X