Digitalisasi Perekonomian Indonesia

- Selasa, 14 Desember 2021 | 22:45 WIB
Digitalisasi ekonomi
Digitalisasi ekonomi

DIGTALISASI PERKONOMIAN INDONESIA Oleh Kevin Naufaldo - Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia   Pertumbuhan dramatis perdagangan elektronik (e-commerce) menghasilkan perubahan cepat dalam cara barang dan jasa diproduksi, sifat barang dan jasa yang ditawarkan, dan sarana barang dan jasa sampai ke pasar. Maraknya e-commerce merupakan bagian dari perubahan struktur ekonomi berbasis teknologi informasi (TI). Penggunaan TI dalam segala kegiatan ekonomi ini akibatnya mengubah interaksi sosial. Selain itu, TI memainkan peran yang meningkat dalam pertumbuhan, investasi modal, dan aspek ekonomi lainnya. ekonomi digital Indonesia yang terus menerus meningkat diprediksikan oleh Kementerian Perdagangan akan meningkat sebesar delapan kali lipat pada tahun 2030. Ditambah lagi, adanya pandemi COVID-19 yang mengkatalis proses transformasi ekonomi digital dimana masyarakat semakin terdesak untuk melakukan berbagai transaksi digital. Perkembangan drastis dari perubahan-perubahan ekonomi digital tidak dapat berjalan dengan sendirinya karena perlu didampingi oleh basis teknologi yang kuat, khususnya peningkatan infrastruktur telekomunikasi. Sebab itu, pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika menggunakan kesempatan tersebut dengan  menyiapkan roadmap yang berisi langkah-langkah pencapaian 2021-2024 untuk melakukan percepatan transformasi agar dapat mengatasi kesenjangan infrastruktur di Indonesia. Hal ini diakibatkan transformasi digital tidak hanya tentang big data dan platform digital, tetapi juga bagaimana teknologi canggih tersebut dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan peluang inovasi, model dan proses bisnis baru, serta produk dan layanan cerdas. Lebih lanjut, ekonomi digital memungkinkan bisnis regional untuk beralih dari lokal dan ke global, sesuai dengan tren jangka panjang menuju liberalisasi pasar dan mengurangi hambatan perdagangan. Kecenderungan internet telah berkembang menjadi kebutuhan pokok bagi mayoritas orang sehingga pengguna internet di seluruh dunia juga mengalami peningkatan terus menerus. Berdasarkan hasil survey Internet yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), penetrasi pengguna internet Indonesia pada tahun 2019 hingga 2020 telah mencapai 73,7% atau sebanyak 196,71 juta jiwa dari 266,91 juta jiwa penduduk Indonesia. Angka ini naik sekitar 25,54 juta jiwa dari survei sebelumnya pada tahun 2018 oleh lembaga yang sama. Perkembangan teknologi memiliki hubungan yang sangat erat dengan perkembangan ekonomi digital. Dengan maraknya penggunaan teknologi dan media komunikasi seperti internet di Indonesia, membuka peluang yang sangat besar bagi perkembangan kegiatan ekonomi berbasis internet (digital). Munculnya inovasi baru di bidang teknologi dan digitalisasi ekonomi ini mempengaruhi aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat, serta sistem yang berubah dari manual konvensional menjadi lebih modern. Salah satu bukti implementasi dari digitalisasi ekonomi adalah banyaknya model bisnis berbasis platform. Model ini menjadi dasar keberhasilan perusahaan-perusahaan besar, kuat, dan berkembang cepat pada saat ini. Pada masa digital ini, penggerak ekonomi digital dunia berkonsep bisnis berbasis platform. Konsep ekonomi digital sendiri didefinisikan oleh Zimmerman (2001) dengan sebuah konsep yang sering digunakan untuk menjelaskan dampak global terhadap pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang berdampak pada kondisi sosial-ekonomi. Dalam konsep ini, perusahaan memberi penawaran atas layanan yang telah mereka sediakan sesuai dengan layanan yang diminta secara spesifik ataupun penawaran khusus. Dalam aplikasinya, diperlukan regulasi  yang tepat agar memberikan keuntungan baik bagi pelaku usaha maupun masyarakat, juga agar tercipta iklim pasar yang kompetitif pun seimbang sehingga dapat dikembangkan ide penciptaan produk dan inovasi. ekonomi digital di Indonesia juga telah berkembang, salah satunya adalah e-commerce.  E-commerce melakukan pertukaran dan pemrosesan transaksi bisnis menggunakan komputer yang terhubung ke sebuah jaringan atau internet (Pavlichev, Alexi dan G. David Garson, 2005). Operasional e-commerce sendiri dapat dikatakan sangat unik. Dimana e-commerce dapat buka 24 jam penuh  dalam seminggu sehingga menciptakan cara baru terkait bagaimana sebuah bisnis dapat beroperasi.  Keuntungan dari e-commerce sendiri ikut andil dalam memberi keuntungan yang cukup besar terhadap perekonomian. Dampak baik yang diberikan oleh e-commerce adalah kemampuannya untuk menurunkan biaya dan harga sehingga dapat membuat sebuah bisnis menjadi lebih efisien. Peluang penggunaan e-commerce ini tentu tidak disia-siakan oleh pelaku bisnis. Seperti yang dapat kita lihat sekarang ini, banyak pedagang maupun pelaku bisnis yang berbondong-bondong membuat platform digital, e-commerce, demi menjangkau konsumen yang lebih luas dan jam operasional yang cukup fleksibel. Selain itu, katalog produk yang ditawarkan dapat tersedia dan dapat tersebar luas. Di sisi lain, persaingan bisnis dalam sistem ekonomi digital pun sangat ketat, persaingan antar perusahaan merupakan hal yang wajar terjadi, karena setiap perusahaan pasti selalu mengeluarkan dan mengembangkan produk menjadi yang terbaik dari yang terbaik. Sebab persaingan ini, terbuka peluang bagi mereka yang bekerja di bidang IT untuk menyediakan Infrastruktur yang mendukung kebutuhan masyarakat. Sebuah industri dan perusahaan juga akan membutuhkan pekerja yang ahli alam bidang IT untuk meningkatkan kualitas yang disediakan juga kemampuan dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap platform dari perusahaan yang bersangkutan. Indonesia sudah memiliki peluang yang baik jika dilihat dari banyaknya lulusan IT di Indonesia dari tahun ke tahun. Kualitas lulusan bidang IT juga bisa dibilang sudah cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan aspek lokasi bekerja, waktu tunggu kerja, dan juga relevansi kompetensi yang dimiliki lulusan terhadap kebutuhan dunia kerja yang rata-rata berada pada rentang baik (Santyadiputra, Gede dan Ketut Agustini, 2016). Semakin banyaknya lulusan IT yang diiringi dengan kualitas yang semakin baik. Dapat membuat Indonesia bisa melangkah lebih maju lagi dalam pengembangan ekonomi digital. ekonomi digital memang sangat menguntungkan perekonomian Indonesia jika dapat terus dikembangkan. Indonesia memang memiliki peluang mengenai pengembangan ekonomi digital dalam hal banyaknya pengguna internet dan juga banyaknya lulusan di bidang IT. utamanya pada generasi millennial, yang mana pada saat ini semakin banyak mendirikan perusahaan rintisan (start-up). Namun, masih banyak juga kendala-kendala yang harus dihadapi dalam pengembangan perekonomian digital di Indonesia, yaitu:
  1. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah
Mengutip dari Independent, Bill Gates mengatakan bahwa terdapat tiga keterampilan yang ia percayai dapat membuat seseorang sukses di dunia kerja di masa depan, yakni sains, teknik, dan ekonomi. Ia percaya bahwa dengan menguasai keterampilan tadi, seseorang akan menjadi agen perubahan untuk semua institusi. Namun, menurut data dari World  Digital Competitiveness Ranking—dengan indikator knowledge, technology, future readiness—tahun 2020 dari 63 negara yang berpartisipasi, Indonesia berada pada peringkat ke-56. Pada skor indikator keilmuan (knowledge) indonesia mendapat skor 63, kemudian faktor teknologi dengan skor 54, dan faktor kesiapan masa depan mendapat skor 48, dari maksimal skor 100. Angka ini tidak terbilang baik meskipun pada faktor keilmuan dan teknologi naik dari tahun 2019. Akan tetapi, pada faktor kesiapan masa depan-dengan sub faktor sikap adaptif (adaptive attitudes), kelincahan bisnis (business agility), dan integrasi TI (IT Integration) mengalami penurunan sebanyak 10 skor dari tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2019. Hal ini merupakan salah satu indikator ketidaksiapan masyarakat Indonesia untuk menghadapi era digital, khususnya ekonomi digital. Indikator ini mungkin mampu memberi refleksi kondisi SDM Indonesia saat ini. Rendahnya skor ini bisa jadi menjadi refleksi dari rendahnya kualitas SDM yang ada. Hal ini tentu saja menjadi salah satu penghambat bagi Indonesia untuk mampu dan siap menghadapi era ekonomi digital.
  1. Kesenjangan digital
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh APJII pada bulan Juni tahun 2020 yang lalu, penetrasi Internet di Indonesia dengan persentase pengguna internet terhadap populasi memperlihatkan hasil yang cukup tinggi. Akan tetapi, Indonesia masih mengalami pemusatan pengguna internet di beberapa daerah dengan mayoritas penggunanya berasal dari pulau Jawa dengan presentasi sebanyak 41,7% dan pulau Sumatera dengan penetrasi sebanyak 16,2%. Sementara itu, pengguna internet paling sedikit adalah penduduk di daerah Maluku dan Papua, dengan persentase 2,2% dari total populasi Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa masih cukup banyak daerah-daerah di Indonesia yang belum terjangkau oleh internet.
-
Grafik 1. Grafik Survey Internet Parameter Penetrasi Internet per Wilayah, 2019-2020 pada kuartal ke-2
Sumber : Data Sekunder, Survei Internet APJII, 2019-2020 Kesenjangan digital bisa berdampak pada berbagai sektor seperti pendidikan, ekonomi, dan juga sosial karena sulitnya mengakses layanan telekomunikasi yang juga dapat berimbas kepada sulitnya pengembangan dan juga pengolahan sumber daya yang ada. Untuk mengembangkan perekonomian digital, pemerintah harus bisa lebih memastikan kemudahan serta kelancaran akses internet yang merata sehingga perekonomian digital juga dapat terus berkembang luas di berbagai daerah.
  1. Regulasi yang tidak memadai
Pesatnya perkembangan ekonomi digital tidak diimbangi dengan regulasi yang memadai. Menurut Kepala Bekraf, Triawan Munaf, industri ekonomi digital telah menyumbangkan Rp 852 triliun untuk PDB nasional yang disertai dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 15,9 juta. Akan tetapi, kebijakan yang sering berubah-ubah dan juga skema yang tidak diketahui oleh pelaku usaha menjadi suatu kendala. Pemerintah Indonesia dinilai kurang berani dalam menetapkan regulasi, terutama terkait Badan Usaha Tetap (BUT). Dalam hal ini, definisi BUT yang merupakan badan usaha yang hadir secara fisik perlu diperluas sehingga BUT juga dapat diartikan pada layanan dalam bentuk internet di Indonesia. Perluasan definisi ini dapat membuat perusahaan-perusahaan berbasis platform digital juga dapat diklasifikasikan sebagai pengusaha kena pajak.   DAFTAR PUSTAKA
  • , (2020). Laporan Survei Internet APJII 2019-2020 (Q2). Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. Jakarta.
  • IMD World Digital Competitive Ranking 2020, diakses pada 10 Desember 2021 dari https://www.imd.org/.
  • Setiawan, Ahmad Budi. (2018). Revolusi Bisnis Berbasis Platform sebagai Penggerak ekonomi digital di Indonesia. Jurnal Masyarakat Telematika dan Informasi, 9(1): 61-76. Jakarta.
  • Santyadiputra, Gede S. dan Ketut Agustini. (2016). Survey Kualitas Lulusan Jurusan Pendidikan Teknik Informatika. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, 13(1): 13-22. Buleleng.
  • Maharani, Shinta dan Miftahul Ulum. (2019). ekonomi digital: Peluang dan Tantangan Masa Depan terhadap Ekonomi Syariah Di Indonesia. Conference on Islamic Studies (CoIS). Ponorogo.

Editor: Dewan Redaksi

Tags

Terkini

Tahun 2024 SBT Butuh Nahkoda Yang Piawai

Minggu, 19 Maret 2023 | 17:55 WIB

Revolusi Mental Jokowi Hancur Gegara Orang Ini

Selasa, 28 Februari 2023 | 18:59 WIB

Sidokepung 'Dikepung" Pemberitaan PTSL

Selasa, 28 Februari 2023 | 08:47 WIB

Cost Politik, Tidak Semua Money Politik

Selasa, 24 Januari 2023 | 11:59 WIB

Menebak Akhir Kasus Pokir dan BOP DPRD Garut

Kamis, 19 Januari 2023 | 10:57 WIB

Perlunya Hidupkan Pansus RTRW Sidoarjo

Selasa, 10 Januari 2023 | 08:03 WIB

Bangkitnya Ambisi Internasionalisme Indonesia

Senin, 26 Desember 2022 | 17:48 WIB
X