• Senin, 25 September 2023

Jurnalisme Otentik: Idealisme Profesi Jurnalis Ditengah Tsunami Kapitalisme

- Kamis, 9 Maret 2023 | 10:58 WIB
Cover buku Jurnalisme Otentik. (Foto istimewa)
Cover buku Jurnalisme Otentik. (Foto istimewa)

Judul Buku : Jurnalisme Otentik
Sub Judul : Ketika Marwah Pers Diacak-Acak Waratawan Gadungan
Penulis : Mokhamad Masduki
Editor : Teguh Budi Utomo

Sudah menjadi sebuah pandangan umum bahwa kewajiban seorang jurnalis adalah menjunjung tinggi kebenaran dan mengangkat aspirasi pihak yang lemah serta tak mampu bersuara akibat kekangan dari sebuah rezim berkuasa.

Jurnalis harus menjadi watch dog yang senantiasa menyalak apabila terjadi penyelewangan kekuasaan dan pembungkaman akan kebebasan berdemokrasi.

Baca Juga: “ Sapu Bersih Semuanya! Tapi Bersihkan Dulu Sapunya… Mulai di Kemenkeu dan Kepolisian”

Seorang jurnalis professional juga harus mampu memenuhi akurasi, Independen, keberimbangan informasi dan nilai-nilai luhur lainnya yang sejalan dengan idealisme jurnalis.

Namun persoalannya, bagaimana idealisme tersebut dapat terwujud dalam kenyataan ? Apa saja dialektika dan tantangannya?

Mokhamad Masduki, seorang wartawan senior mencoba menguraikan persoalan-persoalan tersebut dalam Jurnalisme Otentik : Ketika Marwah Pers Diacak-acak Wartawan Gadungan.

Buku ini merupakan karya dari seorang wartawan senior yang gundah dan prihatin atas semakin meredupnya idealisme seorang jurnalis dalam berkarya.

Mokhamad Masduki menyusun buku tersebut secara otentik, menyeluruh dan sistematis. Dengan pokok pembahasan menguji prinsip-prinsip jurnalisme, seperti apa seharusnya menjadi seorang jurnalisme otentik dan kenyataan kerja wartawan dalam mengumpulkan informasi, memberitakan dan menjalankan tanggung jawab profesi.

Wartawan senior ini, melakukan observasi dan diskusi yang mendalam terhadap ratusan wartawan, para narasumber berita wartawan dan masyarakat sebagai penikmat informasi jurnalistik tentang otentifikasi dari seorang jurnalis.

Diawal bukunya, Masduki bercerita tentang fenomena-fenomena di lapangan soal perilaku para wartawan yang sudah meninggalkan idealismenya. Mulai dari menulis berita yang bukan dari sumber terpercaya sehingga memicu berita hoax, melakukan pemerasan, melakukan tindak pidana, menjadi wartawan bodrex, melakukan pemerasan, melakukan tindak pidana, menjadi wartawan bodrex yang seringkali lulus uji kompetensi tapi kenyataan di lapangan mereka sama sekali tidak memiliki skill untuk menulis berita.

Fakta-fakta ini tentu saja membuat para pembaca bisa mengernyitkan dengan fakta-fakta dan argument yang ada didalam buku ini.

Kegelisahan yang ditampilkan oleh seorang wartawan senior, yang telah lebih dari 25 tahun makan asam-garam dunia jurnalistik dalam bukunya tersebut juga diperkuat oleh beberapa validasi eksternal.

Misalnya, kalau kita baca hasil survey dari Kompas yang dirilis bertepatan dengan hari pers nasional 2023. Dalam hasil survey tersebut, setidaknya ada 3 (tiga) tuntutan terbesar masyarakat terhadap kualitas birokrasi. Pertama soal akurasi informasi yang ditulis oleh wartawan haruslah betul-betul di cek kebenarannya. Kedua soal cover both of side dari suatu isu atau permasalahan dianggap masyarakat makin lama, makin lemah. Ketiga adalah soal independensi wartawan. Setidaknya soal independensi ini, menjadi menarik ditengah tsunami kapitalisme, peran sebagai wartawan yang dulunya sebagai penjaga pilar demokrasi semakin bergeser menjadi “mesin pencari uang” bagi perusahaan media dimana tempat mereka bernaung.

Halaman:

Editor: Mohammad Zaini

Tags

Terkini

Radikalisme di Perbankan Antara Ada dan Tiada

Minggu, 17 September 2023 | 17:15 WIB

Politik Hukum Indonesia Pasca Reformasi

Kamis, 31 Agustus 2023 | 12:40 WIB

Penanganan Kasus Penodaan Agama

Sabtu, 5 Agustus 2023 | 16:15 WIB

Kerusakan Terumbu Karang di Perairan Karimunjawa

Selasa, 27 Juni 2023 | 22:36 WIB

Hubungan Sikap Kerja dengan Kepuasan Kerja

Jumat, 23 Juni 2023 | 13:04 WIB
X