• Rabu, 27 September 2023

Radikalisme di Perbankan Antara Ada dan Tiada

- Minggu, 17 September 2023 | 17:15 WIB
Emi Wiranto (Ist)
Emi Wiranto (Ist)

Radikalisme di Perbankan, Antara Ada dan Tiada

Oleh Emi Wiranto, Mahasiswa Program Doktoral STIK Lemdiklat Polri Tahun 2023.

Perbincankan khusus tentang radikalisme akhirnya masuk pada dunia perbankan atau lembaga keuangan bank. Sejumlah mahasiswa di bilangan Tirtayasa Jakarta Selatan mempertanyaan benarkah radikalisme sudah masuk perbankan, hanya ditandai dengan mundurnya karyawan dari lembaga keuangan itu karena menolak uang riba. 

Kebetulan karyawan itu secara fisik menunjukkan perilaku saleh yang artinya taat beragama. Karyawan yang mundur itu sudah berlevel manajer. Sejumlah karyawan lainnya juga ikut-ikutan mengambil sikap yang sama. “Kami tidak mau makan riba dan bekerja untuk para pemakan riba,” katanya.

Alasan mundur antara lain karena dunia perbankan di tempat mereka bekerja adalah perbankan yang memperjuangkan riba, yang dalam pandangan agama adalah haram. Seorang pemakan riba maka ibadahnya tidak akan diterima. Pemilik bank itu adalah jelas bukan dari kalangan mereka. Sebut saja dari etnis tertentu dan beda agama. Artinya jika mereka ikut di dalamnya berarti sama saja bekerja pada sekelompok orang yang mengeruk keuntungan untuk membawa misi agama maupun misi sosial yang tidak berpihak pada kaum yang seagama.

Hukum agama mereka memang menyatakan bahwa Allah menghalalkan jual beli tapi melarang riba. Riba diartikan sebagai kelebihan yang didapat dari transaksi keuangan, dalam hal ini pinjam meminjam. Hutang piutang dan gadai. Mereka meyakini bahwa Rasulullah SAW telah melaknat pemakan riba, yang memberi riba, penulisnya dan dua saksinya. Mereka semua sama, sama-sama pemakan riba. Mereka juga yakin bahwa memakan riba adalah salah satu dari perkara yang membawa kehancuran.

Pertanyaannya, apakah orang yang bersikap demikian dapat disebut sebagai sikap radikal dalam beragama? Dengan kata lain, apakah sikap yang jelas menolak lembaga keuangan yang menumpuk riba itu sebagai sikap radikal? Jika demikian apakah pula dapat dikatakan radikalisme sudah masuk di kalangan perbankan? Bukankah sikap menolak riba dan lebih baik mundur dari lingkungan riba sebagai bentuk ketaatan spiritual dalam beragama?

 

Pengertian Radikalisme

Radikalisme berasal dari kata radix yang berarti akar atau dasar. Awalnya radikalisme dikaitkan dengan politik sehingga diartikan sebagai sebuah paham atau aliran yang radikal, yang ingin melakukan pembaruan secara radikal, dari akarnya atau secara drastis. Dalam perkembangannya, radikalsime juga ditempelkan dalam faham keagamaan, sehingga muncul radikalisme agama.

Dalam kajian tentang Radikalisme, Intoleransi dan Terorisme, tiga kata ini adalah paket konsepsi yang menjadi pusat kajian khusus terkait dengan fenomena sikap sekelompok masyarakat yang berkembang setelah adanya serangan ledakan di Amerika Serikat (WTC), dan selanjutnya berkembang di Indonesia dengan adanya serangkan pemboman di sejumah tempat. Setelah ditelusuri, aksi-aksi terorisme terkait dengan pemahaman agama yang keliru dan bibit-bibit kekeliruan berasal dari sikap radikal dan intoleran pada sikap dan pemahaman yang berbeda terhadap teks-teks agama.

Sikap radikal dalam konteks ini adalah sikap ingin mempertahankan ajaran agama secara mendasar, dari akarnya, yang asli, yang tidak ditambahi dan dikurangi dalam beragama. Semua ajaran sudah ada contohnya, sehingga menambahkan cara beribadah dalam beragama adalah bid’ah. Faham ini kemudian menjadi radikalisme. Isme di sini diartikan sebagai ajaran atau faham. Dalam hal ini adalah ajaran yang murni. Jika tidak murni berarti salah. 

Dalam ajaran agama (Islam) jika ada kesalahan atau kemungkaran, maka harus diluruskan, ditegakkan dan diubah baik dengan tangan (kekuasaan) lisan (ceramah) maupun dengan doa. Tapi jika hanya dengan doa, maka digolongkan sebagai selemah-lemah iman. Faham demikian jika tidak dilengkapi dengan ilmu, maka akan tumbuh menjadi intoleran dalam beragama.

Dr. Angel Damayanti, pengajar mata kuliah Kebijakan Penanggulangan Terorisme di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, mengutip pendapat sosiolog mengatakan bahwa intoleransi muncul bersamaan dengan eksistensi manusia ketika berinteraksi dan menjadi mahluk sosial. Sementara itu para psikolog juga percaya bahwa sikap mental ini muncul terutama karena ada kompetisi akibat identitas (SARA) dan harga diri.

Halaman:

Editor: Syaefurrahman Albanjary

Tags

Terkini

Kolaborasi Bangun Pusat Energi Berkelanjutan

Rabu, 27 September 2023 | 20:00 WIB

Memahami Narkoterorisme

Selasa, 26 September 2023 | 21:13 WIB

Radikalisme di Perbankan Antara Ada dan Tiada

Minggu, 17 September 2023 | 17:15 WIB

Politik Hukum Indonesia Pasca Reformasi

Kamis, 31 Agustus 2023 | 12:40 WIB

Penanganan Kasus Penodaan Agama

Sabtu, 5 Agustus 2023 | 16:15 WIB

Kerusakan Terumbu Karang di Perairan Karimunjawa

Selasa, 27 Juni 2023 | 22:36 WIB

Hubungan Sikap Kerja dengan Kepuasan Kerja

Jumat, 23 Juni 2023 | 13:04 WIB
X