Ternate CAKRAWALA.CO , – Wahana Lingkungan hidup ( Walhi) Provinsi Maluku Utara (Malut), menilai sistem pengelolaan hutan rakyat di Malut selama ini terkesan masih lemah lantran banyaknya aturan Pemerintah.
"Penting untuk didorong sebuah regulasi atas Hak Kelola Hutan Rakyat (HKHR ) ," Ungkap direktur Walhi Malut,Ismet Sholeman dalam diskusi terbuka dengan tema Sistem Pengelolaan Hutan Berbasis Kearifan Lokal Di Kampung Gane dan Kalaodi Dalam Mendorong Pengakuan Hak Wilayah Kelola Rakyat, Senin 3 Juli 2017.
Dikatakan Ismet, satu potret yang terjadi di Maluku Utara, dimana hak kelola rakyat masih dibatasi. Sebagaimana yang terjadi di republik ini, regulasi yang mengakomodir kepentingan masyarakat di rubah karena tekanan capital yang direpresentasikan oleh investasi berbasis lahan.
"Contohnya terjadi konflik ruang antara warga Gane dengan korporasi kelapa sawit, PT. Korindo dan komunitas Mange di Kabupaten Taliabu dengan industri esktraksi, PT. Adidaya Tangguh," Kata Ismet
Ia menyampaikan, harus ada pembuatan skala banding. Selain itu, Isu lingkungan hidup kini mendapat tempat dan perhatian publik baik yang diperbincangkan di forum-forum global seiring dengan laju degradasi linkungan dan esklasi konflik berbasis lahan antara rakyat dengan korporasi.
"Bisa dicek, dengan Banyaknya lembaga NGO yang konseren pada persoalan ekologi serta intensitas konflik perampasan ruang hidup dimana saat ini terus meluas," katanya.
Sementara itu salah satu pengacara muda Malut, Fahrudin Maloko mengakui bahwa Pada April 2017, pemerintah melalui KLHK telah menerbitkan SK. No.07 Tahun 2017 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial.
"Dimana untuk Provinsi Maluku Utara sendiri terdapat 11 wilayah usulan yang tersebar di beberapa daerah," akuinya.
Pemerintah di Malut lanjut Fahrudin ,mestinya menerbitkan sebuah Peraturan Daerah (Perda) yang mengakomodir produktifitas serta sistem nilai budaya yang bijak pada aspek ekologi di setiap komunitas ulayat di wilayah administrasinya.
Misalnya kampung Kalaodi, Kota Tidore Kepuluan karena masyrakat setempat mewarisi ingatan kultural yang kuat terkait dengan tata sistem pengelolaan alam
"Harus ada regulasi yang mengakomodir kebutuhan masyarakat yang ingin mendorong adanya pengakuan hak wilayah yang dikelola oleh mereka,"ujarnya (Naz/Dino)