Ridwan Kamil: Pengkritiknya Sebaiknya Tak Dipecat Tapi Nasi Sudah Jadi Bubur

- Jumat, 17 Maret 2023 | 15:17 WIB
Muhammad Sabil Fadhilah, guru honorer yang dipecat (Ist/antara)
Muhammad Sabil Fadhilah, guru honorer yang dipecat (Ist/antara)

JAKARTA, CAKRAWALA.CO- Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan tidak anti kritik. Cuma ia mengedukasi kepada siapapun yang kritiknya tak pantas. Karena itu Ridwan kamil berpendapat bahwa guru honorer yang mengritiknya tidak perlu dipecat, cukup diingatkan saja.

Tapi nasi sudah menjadi bubur. Muhammad Sabil Fadhilah sudah dipecat sehari setelah mengritik Ridwan Kamil dengan kata-kata “maneh” dalam Bahasa Sunda kasar yang artinya “kamu”.

Kritik disamapaikan karena Ridwan Kamil berada dalam institusi pendidikan, waktu itu sedang zoom dengan sekolah di Tasikmalaya, tapi menggunkan baju kuning yang identik dengan Partai Golkar. Padahal semua orang tahu kalau institusi pendidikan netral dari Partai Politik.

Baca Juga: Kota Surabaya Punya Rumah Sakit Baru, Dilengkapi dengan Fasilitas Teknologi Modern

Makanya Sabil mengatakan Anda ini sebagai kader Partai Golkar atau Gubernur Jawa Barat.
Persisnya, kritik Sabil adalah: "Dalam zoom ini, maneh teh keur jadi gubernur jabar ato kader partai ato pribadi @ridwankamil???? ("Dalam zoom ini, kamu lagi jadi gubernur atau kader partai atau pribadi)" tulis Sabil.

Setelah isu ini panas dan Sabil diberhentikan, Ridwan pun kembali menegaskan tidak pernah meminta Sabil diberhentikan. Demikian pula dengan isi pesan di Instagram yang disampaikan ke sekolah.

"Bahwa ada pihak sekolah yang meresponsnya berbeda, sebenarnya apa menjadi domain peraturan mereka. Makanya menurut saya cukup diingatkan saja tidak usah sampai diberhentikan," tuturnya.

Baca Juga: Klarifikasi RS Bunda Sidoarjo : Terkait Ada Pasien Tidak Mendapatkan Pelayanan Maksimal

"Jadi seolah-olah karena ngekritik saya jadi diberhentikan, terus sayanya dianggap antikritik. Saya kira enggak begitu," tambahnya.

Ridwan menambahkan, hanya memberikan edukasi tentang cara menyampaikan pendapat di ruang publik. Dia hanya tidak ingin kata kasar dilumrahkan dalam keseharian.

"Nah ketiga ini menjadi pelajaran, bahwa sampaikan substansinya tapi cara menyampaikan kan harus sesuai dengan budaya kita. Sekarang kalau anda biarkan kekasaran itu terjadi dalam ruang informasi kita, siapa yang akan mencontoh? murid-murid kita, anak cucu kita, yang nanti akan menganggap menamai manusia dengan binatang biasa ngomong kasar biasa. Nah itu yang harus dihindari," paparnya.

"Maka tugas guru, tugas pemimpin, Semua menjadi teladan dalam pembangunan yang lebih beradab," jelasnya.*/dbs

Editor: Iswin Arrizal

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X