TULUNGAGUNG CAKRAWALA.CO - Kepala Sekolah SMKN 1 Rejotangan Tulungagung ini mengaku mulai menyukai musik sejak di bangku sekolah dasar. Saat itu sekitar tahun 1978, untuk pertama kalinya ia kenal lagunya Chrismansyah Rahadi (Chrisye).
"Saya mendengarkan musik pertama itu dari album Percik Pesona dan Jurang Pemisah, ketika itu saya SD kelas 6," kata Drs. Masrur Hanafi, M.M memulai obrolan santai dengan media ini, Jum'at (5/8/2022).
Ditemani sang istri Yuyun Indriyani SH yang sesekali menimpali perbincangan kami, Hanafi begitu bersemangat menceritakan awal mula dia mengenal dan mendapat referensi grup-grup musikprogresif rock dan jazz fusion dari teman-temannya di SMP.
"Waktu SMP itu saya dan teman-teman tukar-menukar kaset. Saya diberi kaset dari grup Barat antara lain Yes, Uriah Heep, The Triumph Pirates. Nah saat mendengarkan lagu Barat tadi, saya langsung tertarik karena ada kemiripan dengan Symphony yaitu kelompok musik yang dibentuk Fariz RM dan ternyata basicnya grup Barat tadi. Kemudian ada Transs yang masuk progresif rock. Ada Badai Band dengan lagunya Badai Pasti Berlalu," katanya.
Dari teman SMP itulah Hanafi kenal kelompok Used Jazz (fusion) dan mempelajari instrumentalnya. Sejak saat itu ia mulai gemar mengkoleksi kaset pita yang dibelinya dari uang saku. Kegemarannya ini terus berlanjut di SMA dan ketika kuliah.
"Lha pas kuliah ini saya cari kaset yang waktu SMP tidak bisa saya beli. Misalnya sudah punya Percik Pesona tapi belum punya Gita Cinta dari SMA. Jadi yang belum bisa saya koleksi tahun '79 atau '80 akhirnya baru beli tahun 1987 di loakan," terang Hanafi.
Puluhan koleksi kaset pita di atas meja kerja Masrur Hanafi
Kemudian, lanjutnya, bersama teman-teman dari fakultas teknik, ia mendirikan stasiun radio supaya keren.
"Brawijaya kan punya suara Unibraw, kita IKIP kan biar keren juga. Kebetulan saya punya kaset banyak, punya tape lalu mendirikan Suara Artek IKIP Malang dan saya siaran. Nah di salah satu acaranya, teman saya kirim-kirim salam ke sini," kata Hanafi sambil menunjuk ke istrinya sambil tertawa.
"Intinya, dari komposisi musik yang setiap hari saya dengar baik di sekolah, di mobil atau di rumah, saya mesti nyetel musik dan cukup kenceng. Sehingga waktu berangkat maupun pulang kerja, saya tidak merasa capek. Karena selalu ada musik jadi seperti dolan (main), jadi semangat karena timbul adrenalin. Fresh, tidak merasa payah dan saya menikmati itu," ungkapnya.
Satu hal lagi, kata Hanafi, dalam pengambilan keputusan manajerial, dia cenderung menggunakan otak kanan sebab adanya pengaruh atau gesekan dari kesukaannya mendengarkan musik. Menurutnya, harmonisasi instrumental ada di otak kanan sehingga akhirnya muncul ide, semangat, enjoy atau happy dan kenangan lama muncul kembali.
"Jadi musik itu menjadi kebutuhan hidup saya dan itu murah karena kaset bekas cuma 15 ribu per biji," ujar Hanafi.
Baginya, mendengarkan musik tak sekedar hobi namun menjadi sebuah kebutuhan dan bagian penting dalam hidupnya. Kegemarannya kepada musik inipun yang mempertemukan Masrur Hanafi dengan Yuyun Indriyani ketika mereka sama-sama kuliah di Malang.
Hanafi lalu menunjukkan puluhan koleksi kaset pita yang ditata rapi di atas meja kerjanya. Ada The Triumph Pirates, Uriah Heep, Yes, ABWH, Spirogira, Casiopea, Level 42, Fourplay, U2. Sedangkan dari kelompok musik Indonesia ada Symphony, The Barong, Stup, Badai Band, Krakatau, Emerald dan Karimata. (ek)