Yogyakarta, Cakrawala.co- Bagi para perokok yang duitnya pas-pasan, bersiap-siaplah untuk menahan kepinginan merokok dan nikmatilah kegalauan.
Karena pemerintah melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 melarang penjualan Rokok Eceran.
Kebijakan ini dinilai Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (amti) tak bakal efektif diberlakukan. Dan menganggap aturan ini ngaco.
Sekjen amti, Hananto Wibisono bahkan menyebut larangan penjualan Rokok Eceran (batangan) tidak masuk akal.
“Membeli rokok batangan itu wilayah privacy,” ujar Hananto dalam Diskusi Kebijakan Pertembakauan di Yogyakarta, Kamis (19/01/2023).
Selain tidak semua perokok memiliki uang untuk membeli rokok satu bungkus, aturan ini juga akan mematikan bisnis warung kecil.
Karena penjualan Rokok Eceran biasanya dilakukan di warung-warung kecil. Bila kebijakan tersebut dipaksakan maka jelas berdampak pada ekonomi masyarakat kecil.
Kebijakan tersebut juga dirasa tidak akan efektif. Pengawasannya sulit dilakukan di tingkat masyarakat sebab membutuhkan banyak petugas yang harus mengawasi penjualan Rokok Eceran hingga ke tingkat bawah, warung-warung kecil.
“Apa mungkin Satpol PP bisa mengawasi atau mengintai pembeli Rokok Eceran. Berapa banyak petugas Satpol PP yang dibutuhkan untuk mengawasi,” ujarnya.
Selain Kepres Nomor 25 Tahun 2022 , revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan juga makin menyulitkan para petani tembakau.
Karena revisi PP itu, salah satunya menyebutkan adanya larangan penjualan Rokok Eceran atau batangan.
Di tengah ancaman stagflasi dan kontraksi ekonomi pada tahun ini, revisi itu menjadi eksesif dan tidak implementatif. Sebab revisi tersebut sangat politis dan hanya mengakomodir kepentingan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
“Bila sektor lain seperti kesehatan diberi kemudahan maka hal ini tidak terjadi pada ekosistem pertembakauan,” tandasnya.
Sementara Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), Sudarto mengungkapkan revisi PP Nomor 109 Tahun 2012 mengancam keberlangsungan kerja dan penghasilan para anggota FSP RTMM-SPSI. Padahal sekitar 100 ribu anggotanya bergantung pada industri hasil tembakau (IHT).
Artikel Terkait
PT. Dihsi EO Pesperawi XIII Yogyakarta Menghilang, Tagihan Hotel Senilai Rp 11 Miliar Makin Tak Jelas
Pesperawi XIII Yogyakarta Mencoreng Muka Kalangan Gereja, PT. Digsi Ogah Bayar Tagihan Hotel
BPD di Trenggalek Labrak Dewan Tuntut Kesejahteraan