BANDUNG, CAKRAWALA.CO,- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan KPI Daerah tidak perlu menunggu revisi Undang-undang Penyiaran untuk melakukan pengawasan terhadap media sosial. Terlebih saat ini, semakin banyak konten negatif yang merusak persatuan dan psikologi anak bangsa.
"Demi melindungi masyarakat dari konten negatif, maka lakukan saja pengawasan, jangan menunggu regulasi untuk melakukan inovasi positif dan kebaikan bersama," kata Gubernur Jawa Barat saat berdialog dengan para komisioner KPID Jawa Barat di Bandung, Senin (5/6/2023).
Hadir juga dalam dialog ini Kepala Dinas Kominfo Jabar Dr. Ika Mardiah.
Baca Juga: Puncak Harsiarda, KPID Jabar Tegaskan Sebagai Miniatur Penyiaran Indonesia
Dialog ini juga menjawab kekhawatiran KPID Jawa Barat dalam menjaga mata dan telinga masyarakat Jawa Barat dari konten negatif baik media sosial, tayangan dalam over the top berbasis internet dan lain-lainnya.
Ketua KPID Jawa Barat Dr. Adiyana Slamet menegaskan, selama ini pihaknya sudah jungkir balik mengawasi siaran radio dan televisi, tapi di luar penyiaran itu ada siaran platform berbasis internet dan media sosial yang lebih berbahaya bagi kehidupan berbangsa.
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat kita bisa menemukan solusi terbaik bagaimana bentuk pengawasan dan kelembagaannya, tanpa menunggu UU Penyiaran yang baru," kata Adiyana.
Baca Juga: KPID Jabar Mendesak Pemerintah Pastikan Sisa Tahapan ASO di Jabar
Ia juga menjelaskan ihwal pengawasan semesta yang dilakukan selama ini. Pengawasan siaran radio dan televisi melibatkan masyarakat menunjukkan angka partisipasi yang positif.
Dalam Tahun 2022 terdapat 240 pengaduan, meningkat 40 persen, meskipun yang terbukti melanggar hanya 21 pelanggaran dan semuanya dilakukan penindakan dan teguran.
Dengan melibatkan masyarakat diharapkan pengawasan media sosial makin masif demi memantapkan usaha Jabar Juara di bidang menyelamatkan mata dan telinga masyakarat Jawa Barat.
Sampai hari ini Perubahan UU Penyiaran yang dijanjikan pemerintah taknkunjung hadir, sementara dampak siaran internet makin banyak korbannya.
UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 hanya memberi wewenang kepada KPI/KPID terbatas mengawasi siaran radio dan televisi berbasis frekuensi publik, tidak termasuk media sosial dan internet.
***