BANDUNG, CAKRAWALA.CO,- Masyarakat perlu waspada pada iklan politik menjelang Pemilihan umum yang akan digelar pada 14 Februari 2024. Karena boleh jadi iklan politik itu hanya sepihak dan minim edukasi.
Karena itu diperlukan kecerdasan dalam melihat iklan politik.
"Lembaga penyiaran dan produsen iklan politik tidak hanya berorientasi pada cuan tapi juga menekankan edukasi, sehingga membantu masyarakat mengambil keputusan," kata Ketua KPID Jawa Barat Dr. Adiyana Slamet pada seminar Roadshow Penyiaran di Universitas Padjajaran Bandung, Selasa (22/5/2023).
Baca Juga: Partai Buruh Siap Sukseskan Pemilu Serentak 2024
Saat ini kalangan muuda pemilih pemula belum faham kapan pemilu dan peserta pemilu.
Sebuah pertanyaan kecil yang dilontarkan Anggota DPRD Jawa Barat sebagai Pembicara kunci Dr. Abdy Yuhana tentang berapa peserta Pemilu tidak dapat dijawab oleh peserta seminar yang kebanyakan mahasiswa.
Contoh ini menunjukkan betapa edukasi dan informasi Pemilu perlu diperbanyak, bukan hanya di tingkat serangan udara melalui klan di lembaga penyiaran, tetapi juga strategi lain yang langsung diterima pada calon pemilih.
Sekjen ATVSI Gilang Iskandar dalam seminar ini mengemukakan data bahwa pada Pemilu tahun 2019, jumlah iklan yang banyak tidak serta merta mendapatkan hasil yang signifikan. Karena memang banyak faktor yang menentukan pemilih memilih partai.
Menurut Gilang Iskandar, pada tahun 2019 Perindo merupakan partai yang paling banyak beriklan, besarnya mencapai 82,7 milyar. Peringkat kedua adalah PSI mencapai 42,8 milyar dan Hanura 40,2 milyar. Tapi ketiga partai ini gagal melenggang ke Senayan.
"Saya menduga pesan komunikasinya gak tepat sasaran atau materinya gak pas. Mungkin juga partai ini tak ada figur yang kuat, sementara infrastrukturnya juga masih lemah.
Beda pula dengan partai lama tapi infrastrukturnya kuat meski gak ada figur kuat," kata Gilang.
Sementara Dr. Dadang Rahmat Hidayat menduga banyak iklan tapi tidak menonton sehingg gak mengena. Atau boleh jadi penonton memiliki persepsi lain dari partai itu.
Dadang mengingatkan boleh jadi iklan yang terlalu sering merupakan pertaruhan, sehingga masyarakat jadi antipati atau kontraproduktif.