Istri Pejabat Gemar Pamer Kekayaan, Kata Pakar Hukum Itu Tidak Etis dan Tidak Punya Empati

- Rabu, 29 Maret 2023 | 18:42 WIB
Istri Sekda Provinsi Riau SF Haryanto dengan tas Branded dan Sepeda Bromton  ((Twitter/@Habieb Selow))
Istri Sekda Provinsi Riau SF Haryanto dengan tas Branded dan Sepeda Bromton ((Twitter/@Habieb Selow))

SURABAYA, CAKRAWALA.CO – Fenomena ramainya istri pejabat dan keluarganya yang gemar kekayaan dan bergaya hidup mewah dan unggah di medsos ini, dinilai pakar hukum Universitas Negeri Surabaya (UNESA) Prof Dr Sunarno Edy Wibowo SH MH, sebagai tindakan yang tidak etis, dan tidak berempati pada keadaan masyarakat yang saat ini serba sulit.

“Gaya hidup mewah para istri pejabat dan keluarganya lalu didokumentasikan dan diunggah di media social. Itu hal yang tidak etis. Jauh dari perasaan empati terhadap masyarakat yang masih banyak kesulitan dari segi ekonomi,” ucap Prof Sunarno Edy Wiboyo, dengan nada agak jengkel.

“Sebetulnya, ada peraturan dari Kementerian Dalam Negeri yang menyebutkan agar para Aparatur Sipil Negara (ASN) itu tidak bergaya hidup mewa apalagi hedon. Mereka para ASN yang digaji oleh rakyat ini mestinya bergaya hidup sederhana sebagaimana diamanatkan dalam aturan Kemendagri tersebut,” ungkap Prof Bowo.

Baca Juga: KIPP Sidoarjo : Kades Semambung Harusnya Mengedepankan Kepentingan Bangsa dan Negara

Menurut Sunarno Edy Wibowo, sebenarnya gaya hidup mewah dan hedon di kalangan keluarga pejabat ini sudah terjadi sejak dulu. Hanya saja, mereka tidak menyebarkannya ke publik. Belakangan, karena kecanggihan dunia digital, gaya hidup mewah dan hedon yang mereka dokumentasikan itu disebar di media sosial dan menjadi viral. Jagad digital pun gaduh. Para netizen mempertanyakan asal usul kekayaan mereka.

Profesor Hukum Pidana, Sunarno Edi Wibowo
Profesor Hukum Pidana, Sunarno Edi Wibowo (Foto : Mos)

“jelas, ini salah mereka sendiri. Istilahnya menjadi boomerang. Mereka memajang di medsos gaya hidup mewahnya, yang suka belanja, suka plesir, beli mobil sport dipajang di medsos, buntutnya ya ini jadi ramai. Dampaknya ada yang dicopot dari jabatannya, ada yang dinonaktifkan. Bahkan ada yang diperiksa KPK,” ujar Bowo.

Hal ini, lanjut Prof Bowo, mestinya dijadikan momentum bagi para pejabat negara maupun penegak hukum, seperti KPK untuk memeriksa secepatnya harta kekayaan para pejabat yang dinilai tidak wajar. “KPK bisa bekerjasa dengan PPATK untuk melacak transaksi tak wajar di rekening para pejabat. Hal ini mudah. Bisa dimulai dari laporan harta kekayaan mereka, bagaimana dari tahun ke tahun perkembangannya wajar atau justru ada peningkatan fantastis,” tukasnya.

“jika pada nantinya mereka itu terbukti melakukan korupsi, pihak penyidik atau KPK bisa melanjutkan kasus ini dengan menelusuri dan melacak transaksi-transaksi tak wajar itu tadi, termasuk dengan tindak pidana pencucian uang atau money landring. Nanti arahnya bisa ke sana, Mestinya begitu bisa diarahkan ke pencucian uang,” tandasnya. (Mos)

Editor: Iswin Arrizal

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X